Pilihan Hati
Ada sebuah malam yang penuh dengan suara rintik hujan. Di kamar kecil yang penuh dengan buku dan kenangan, Lara duduk termenung di depan jendela. Ia memutar kembali perjalanan yang telah dilaluinya, seperti memutar film lama yang sudah hafal setiap adegannya.
Dia ingat bagaimana hatinya selalu memilih jalan yang bertentangan dengan logika. Berkali-kali, ia mencoba mendengarkan pikiran yang penuh perhitungan. Tapi setiap kali, suara hatinya lebih kuat, seperti aliran sungai yang tak bisa dibendung.
"Kenapa selalu begini?" gumamnya, sambil memeluk lutut.
Lara adalah tipe orang yang percaya pada cinta, bahkan ketika cinta itu berkali-kali melukai. Setiap kali jatuh, ia mencoba berdiri lagi. Bukan karena ia bodoh, tapi karena ia merasa cinta adalah alasan yang cukup kuat untuk terus berjuang.
Dia pernah mencintai seseorang yang tidak mencintainya dengan cara yang sama. Dia tahu itu, tapi tetap bertahan. “Mungkin suatu hari dia akan melihatku,” pikirnya saat itu. Namun waktu berlalu, dan kenyataan akhirnya memaksanya menerima bahwa harapannya hanya sebatas mimpi.
Namun anehnya, Lara tidak pernah benar-benar menyesal. Di balik setiap luka, ada pelajaran. Dia belajar bahwa cinta tidak selalu berbalas, tapi itu bukan berarti dirinya kurang berharga.
Malam itu, di tengah hujan, dia menulis sesuatu di jurnalnya:
"Aku seringkali mengabaikan logika, hanya untuk mengikuti kata hati. Seringkali aku jatuh, hanya karena tak hati-hati. Tapi aku tahu, setiap pilihan adalah tanggung jawabku sendiri. Aku mencintai, bukan karena aku lemah, tapi karena aku percaya cinta adalah kekuatan. Bahkan jika itu membuatku terluka, aku tahu aku akan selalu bertahan—karena cinta itu ada di dalam diriku sendiri, bukan hanya pada orang lain."
Saat menutup jurnal itu, Lara merasa hatinya sedikit lebih ringan. Hujan di luar masih turun, tapi ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya. Kali ini, ia tahu bahwa meskipun cinta membuatnya bertahan, ia juga berhak mencintai dirinya sendiri lebih dalam.
Dan untuk pertama kalinya, Lara tidak takut lagi pada kemungkinan jatuh. Karena kini ia tahu, setiap luka adalah bagian dari perjalanan yang membuatnya menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap mencintai—baik orang lain maupun dirinya sendiri.