Laut yang Tak Pernah Kumiliki
Kamu pernah berkata padaku, tanpa benar-benar mengucapkannya, seolah-olah angin laut yang membawa pesan itu: "Mencintai laut tidak berarti harus menyelam ke dasarnya. Cukup duduk dan nikmati."
Aku tersenyum waktu itu, berpikir betapa indahnya makna sederhana yang kau sampaikan. Tapi semakin lama aku memikirkannya, semakin menyakitkan rasanya. Karena aku tahu, aku adalah orang yang mencintai laut dengan seluruh keberadaanku—ingin menyelami dasarnya, merasakan setiap ombaknya, bahkan meski itu berarti tenggelam.
Namun, kamu adalah laut yang tak bisa kumasuki. Kamu indah, luas, dan penuh misteri, tetapi selalu terasa jauh, bahkan ketika aku duduk di tepimu. Kamu hadir, namun bukan untukku. Kamu ada, namun tak pernah menjadi milikku.
Inilah jenis penderitaan tersulit yang pernah kurasakan: kehadiranmu yang begitu nyata, namun selalu berada di luar jangkauanku. Kamu bukan milikku, dan aku tahu kamu tak pernah ditakdirkan untukku. Tapi hatiku telah melekat padamu, seperti pasir yang selalu kembali pada ombak, tak peduli berapa kali ia dihempaskan ke pantai.
Kamu meninggalkan jejak yang dalam di diriku, meskipun aku tahu kamu tak pernah benar-benar berniat untuk tinggal. Kini aku berdiri di tepi lautmu, bertanya-tanya pada diriku sendiri: apakah mencintai seseorang yang tak bisa kumiliki adalah bentuk keberanian atau kebodohan?
Dan ketika aku mendengar bisikan dari waktu yang terus berjalan, aku dihadapkan pada kalimat yang tak pernah kuinginkan untuk percaya: "Siapa yang paling mencintai, dialah yang terbuang."
Apakah itu benar? Apakah mencintai dengan segenap hati selalu berujung pada kehancuran? Ataukah ini hanya sebuah pembelajaran yang kejam—bahwa cinta yang sejati tidak selalu berarti memiliki?
Aku tak tahu jawabannya. Yang kutahu, aku tetap mencintaimu, meski dari kejauhan. Aku tetap berdiri di tepimu, menikmati ombak dan angin yang membawa aroma asin.
Mungkin mencintai laut memang seperti itu. Tidak perlu menyelam ke dasarnya, hanya cukup duduk dan menikmatinya dari kejauhan. Tapi bagaimana aku bisa menikmati laut jika hati ini sudah karam?