Hujan di Awal Tahun

 Langit sore itu penuh dengan awan kelabu. Hujan turun perlahan, tapi cukup deras untuk membuat jalanan basah dan penuh genangan. Aku duduk di dekat jendela, memandang tetes-tetes air yang membasahi kaca. Rasanya seperti melihat pikiranku sendiri—kacau, tak beraturan, dan dingin.

Hari ini, aku kembali mengingat sesuatu yang ingin kulupakan: dia. Orang yang pergi tanpa pesan, tanpa alasan. Membiarkanku terjebak dalam labirin pikiran yang terus bertanya, "Apa salahku? Mengapa aku tak cukup baik untuk dicintai?"

Awalnya, aku berpikir semua ini hanya lelucon semesta. Mungkin dia akan kembali, membawa penjelasan yang bisa mengobati luka di dadaku. Tapi hari-hari berlalu, dan semakin jelas bahwa harapan itu hanyalah ilusi yang kubuat sendiri.

Januari baru saja dimulai, tapi bagiku, tahun ini sudah terasa usang. Setiap pagi, aku bangun dengan rasa kosong yang sama. Aku mencoba mengisi hari-hariku dengan kesibukan, tapi di sela-sela kesibukan itu, pikiranku kembali padanya—orang yang bahkan mungkin tak lagi memikirkanku.

Aku ingin marah, tapi pada siapa? Padanya, yang pergi begitu saja? Atau pada diriku sendiri, yang terlalu berharap pada sesuatu yang rapuh?

Malam itu, saat hujan masih terus turun, aku berjalan keluar rumah. Udara dingin menyentuh kulitku, tapi aku terus melangkah. Entah kenapa, rasanya lebih mudah menerima dinginnya hujan daripada rasa sakit yang bersarang di hatiku.

Aku berhenti di tengah jalan, memandang langit. Air hujan mengalir di wajahku, bercampur dengan air mata yang akhirnya tak bisa kutahan lagi.

"Aku lelah," bisikku pada malam yang sunyi.

Tapi di tengah kelelahan itu, ada sesuatu yang samar-samar muncul di pikiranku. Sebuah kesadaran kecil, seperti cahaya lilin di ruangan gelap.

Hidupku belum selesai. Dia mungkin telah pergi, tapi aku masih di sini. Aku masih punya sisa waktu untuk mencari arti baru, untuk mencintai diriku sendiri lebih dalam daripada aku pernah mencintai orang lain.

Aku menghela napas panjang dan menatap ke depan. Hujan masih turun, tapi aku tahu, suatu saat langit akan cerah kembali. Dan mungkin, saat itu tiba, aku akan melihat dunia dengan cara yang berbeda—dengan hati yang lebih kuat, lebih siap menerima, dan lebih berani mencintai lagi.

Postingan populer dari blog ini

Haruskah Aku Mati Agar Dicintai Lagi?

Hujan yang Membawa Luka

Kembali Menulismu