Belum pernah aku temukan warna seindah warnamu

 


Belum pernah aku temukan warna seindah warnamu. Kata-kata itu datang begitu saja, seperti sebuah pengakuan yang aku pendam dalam hati selama ini. Rasanya sulit untuk menjelaskan, karena warnamu bukanlah warna yang bisa dilihat dengan mata biasa. Ia lebih dari sekadar rona yang tampak di luar, ia adalah keindahan yang terukir dalam setiap gerakanmu, dalam setiap senyum yang kau ukir untukku.

Aku pertama kali melihatmu dalam sebuah kesempatan yang tak terduga. Waktu itu, aku tak tahu bahwa aku akan bertemu denganmu, seseorang yang akan mengubah pandanganku tentang dunia ini. Seperti pelangi yang muncul setelah hujan, kamu hadir dengan cara yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Warna-warnamu begitu lembut namun memukau. Ada ketenangan dalam setiap gerak tubuhmu, seolah dunia berhenti sejenak hanya untuk memperhatikanmu. Matamu, dengan kilau yang menyimpan ribuan cerita, tampak seperti samudra luas yang tak pernah habis untuk dijelajahi. Senyummu, seperti pagi yang cerah, memberikan harapan dan kehangatan di setiap sudut hatiku yang dingin.

Namun, bukan hanya penampilan luar yang membuatmu begitu indah. Ada sesuatu dalam dirimu yang memancarkan cahaya berbeda. Ketulusan hatimu, caramu berbicara dengan lembut, dan cara kau mengerti dunia meski tak selalu mengatakannya—semua itu melengkapi gambaran warnamu yang sulit dijelaskan. Aku tak bisa menggambarkan dengan kata-kata betapa aku terpesona, betapa aku merasa seperti orang yang baru menemukan sesuatu yang selama ini hilang.

Belum pernah aku temukan warna seindah warnamu, karena warnamu bukan hanya soal keindahan luar. Warnamu adalah tentang siapa kamu dalam setiap aspek hidupmu—dalam kebaikan, ketulusan, bahkan dalam kesedihanmu yang tetap bisa menginspirasi. Kamu adalah pelangi yang tak pernah pudar, yang selalu memberikan warna baru dalam hidupku setiap kali aku melihatmu.

Aku sadar, mungkin tak semua orang bisa melihat warna seindah itu. Tapi aku bersyukur bisa menjadi salah satu yang beruntung, yang mendapat kesempatan untuk mengenalmu, untuk merasakan warna yang kau bawa dalam hidupku. Dan aku tahu, meskipun waktu terus berjalan, warnamu akan selalu ada, abadi, dan tak tergantikan.

 

 

 

"Kehilangan Karena Ketidakmampuan Memilih"

Dulu kita memiliki segalanya—cinta yang besar, kebersamaan yang tak terhingga, dan janji yang seolah tak akan pernah pudar. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang kita abaikan: pilihan. Kita terlalu lama terlarut dalam kebersamaan yang indah, tanpa sadar bahwa memilih adalah bagian penting dari setiap langkah yang kita ambil.

Aku ingat saat kita mulai merasa ragu. Ada pilihan yang harus diambil, namun kita tidak pernah benar-benar melakukannya. Aku tidak tahu apakah kita takut menghadapi kenyataan, atau terlalu nyaman dengan ketidakpastian. Tapi akhirnya, kita hanya terjebak dalam perasaan yang tak terucapkan, dalam kebimbangan yang tak pernah selesai.

"Kenapa kita tidak pernah memilih?" aku bertanya suatu hari, suaraku penuh kebingungan.

Kamu hanya diam, menatap kosong. Tidak ada jawaban. Dan dalam hening itu, aku menyadari, kita sudah mulai kehilangan segalanya. Kita kehilangan arah, kita kehilangan diri kita sendiri, dan akhirnya kita kehilangan satu sama lain.

Ketika kita tidak bisa memilih, kita membiarkan segala sesuatunya mengalir begitu saja, tanpa kendali. Kita membiarkan waktu yang berjalan begitu cepat, memisahkan kita meski kita tidak siap. Kita tidak bisa memilih antara mempertahankan atau melepaskan, antara terus bersama atau pergi masing-masing. Dan akhirnya, kita memilih untuk tetap diam, berharap sesuatu akan berubah tanpa kita harus berbuat apa-apa.

Namun kenyataan berkata lain. Kita kehilangan kesempatan untuk memperbaiki semuanya, untuk membuat keputusan yang tepat. Aku tidak tahu kapan tepatnya kita mulai kehilangan segalanya, tetapi aku tahu, itu dimulai dengan ketidakmampuan kita untuk memilih.

Sekarang, aku hanya bisa menatapmu dari jauh, merasakan semua yang telah hilang. Aku berharap kita bisa kembali, tetapi aku tahu itu hanya harapan kosong. Kita telah memilih untuk diam, untuk membiarkan segalanya pergi. Dan dalam keheningan itu, kita kehilangan kita.

Postingan populer dari blog ini

Haruskah Aku Mati Agar Dicintai Lagi?

Hujan yang Membawa Luka

Kembali Menulismu